Pemerintah Irak khawatir konflik antara Iran dan Barat akan mengganggu perdagangan minyak mereka yang melalui Selat Hormuz. Untuk itulah, Irak putar otak mencari cara mengirim minyak, jika Iran benar-benar menutup akses laut satu-satunya dari Teluk Persia menuju Laut Arab tersebut.
Dilansir CNN, Minggu 18 Maret 2012, Sekitar 80 persen dari 2,2 juta barel ekspor minyak Irak per harinya dikirim dari pelabuhan Basra melalui Selat Hormuz. Sebanyak 20 persen produksi minyak dunia juga melalui selat ini setiap harinya.
Ancaman penutupan Hormuz disampaikan pemerintahan Mahmoud Ahmadinejad menyusul sanksi baru dari AS dan sekutunya awal tahun ini. Sanksi diberikan terkait program nuklir Iran yang oleh Barat diduga membuat senjata nuklir.
Sebagai pemasukan terbesar negara, sekitar 90 persen, pemerintah Irak merasa perlu mencari akses lainnya dalam menjual minyak mereka. Juru bicara pemerintah Irak, Ali al-Dabbagh, mengatakan bahwa salah satu opsi adalah membuka kembali beberapa jalur pipa panjang yang terhubung ke beberapa negara di kawasan.
Pipa-pipa panjang itu menghubungkan Irak dengan Turki, Suriah, Lebanon dan Arab Saudi. Pipa minyak ke Suriah dan Lebanon ditutup pada invasi Amerika Serikat ke Irak pada 2003. Pipa lainnya yang menuju pelabuhan Yanbu di Laut Merah, Arab Saudi, sudah tidak pernah dipakai semenjak invasi Irak ke Kuwait pada 1990.
Dengan dioperasikannya kembali pipa-pipa ini, maka Irak akan memiliki dua alternatif pengiriman, yaitu melalui jalur darat dan jalur laut melalui Teluk Persia. Pemerintah Irak yakin, selain menghindari pemblokiran akses oleh Iran, pipa ini mampu meningkatkan produksi dan pendapatan mereka di sektor perminyakan. (umi)
• VIVAnews