Randy Wirayudha - Okezone
Senin, 17 September 2012 03:51 wib
Rumah Melayu-Hokian di pesisir Siak. (Foto:Randy)
SIAK – Selama ini, belum banyak masyarakat awam, terlebih di ibukota Jakarta dan kota-kota besar di pulau Jawa, bahwa sungai terdalam di negeri kita berada di propinsi Riau, tepatnya sungai Siak. Tapi berkat adanya PON XVIII di Riau, Okezone berkesempatan menelusuri sungai berbentuk mirip ular ini jika di lihat dari angkasa.
Di kabupaten Siak sendiri, terdapat tiga cabang yang dipertandingkan, yakni balap sepeda, sepatu roda dan Kempo. Di waktu yang terbilang luang, Okezone mencoba mengulik keunikan Sungai Siak. Sungai ini berbentuk seperti ular dan sudah menarik hati ketika reporter masih di atas sungai Siak dengan Pesawat, ketika menuju Pekanbaru, minggu lalu.
Baru-lah hari ini ketika ada waktu luang, wisata Sungai Siak bisa dilakukan dengan terlebih dulu menuju pelabuhan ‘mini’ Sungai Duku, Pekanbaru. Dengan karcis berbanderol Rp67 ribu, sarana transportasi speed boat siap mengantar siapa saja yang hendak menuju Siak dengan jalur air.
Jangka waktu tampuh dari Pekanbaru ke Siak menggunakan perahu bermesin ini, terbilang lebih cepat (dua jam) ketimbang melalui jalur darat yang bisa menempuh waktu tiga hingga empat jam. Dengan transportasi ini, nilai plus dari perjalanan jalur darat adalah pemandangan sekitar Sungai Siak yang masih dijaga warga pesisir Sungai yang pernah menjadi sungai terdalam di Indonesia ini (dahulu mencapai 30 meter).
Dengan ditemani seorang kawan yang kebetulan warga Pekanbaru, Djaka Anugerah Surahmat, reporter mendapat penjelasan singkat mengenai apa-apa saja yang ada sepanjang sungai legendaris ini. Pemandangan pertama di awali sejumlah gugusan hutan bakau dan perkebunan kelapa sawit di belakangnya.
Sekira beberapa kilometer berikutnya, ternyata ada juga aktivitas pertambangan batubara dan dermaga peti kemas resmi dan non resmi, alias dermaga gelap, dekat kawasan yang bernama Perawang, masih di sepanjang pesisir Sungai Siak.
“Selain ada tambang batu bara dan jalur (perdagangan) kayu, ada juga ‘tuh’, dermaga peti kemas. Enggak jauh dari situ juga ada dermaga gelap yang biasanya ‘nyelundupin’ barang-barang tanpa bea cukai,” jelas Djaka.
Setelah melewati kawasan dermaga peti kemas, tibalah perahu yang kami naiki di kawasan kampung Melayu-Hokian, yang berada tepat di bibir sungai Siak. Mereka-mereka inilah yang memanfaatkan segala macam aktivitas kehidupannya di sungai Siak, mulai dari MCK (mandi-cuci-kakus), hingga mencari ikan atau hewan-hewan air lainnya yang bisa dikonsumsi atau dijual.
Warga Melayu-Hokian ini merupakan campuran warga pendatang dari Tionghoa dengan Melayu Siak. Menurut penjelasan singkat dari rekan yang sama, bahasa mereka pun agak berbeda, yakni campuran melayu dan bahasa tionghoa. Selain pemandangan di sekitar pesisir sungai Siak, adapula yang menarik perihal speedboat yang ditumpangi.
Ternyata, speed boat ini tak hanya melayani pengantaran penumpang antara dermaga Pekanbaru dan Siak saja, tapi juga layaknya angkot (mobil angkutan kota) di Jakarta atau kota-kota lainnya, yakni bisa minta turun atau naik dari mana saja. Bahkan angkutan air ini juga melayani pengantaran paket dari Siak atau Pekanbaru ke daerah pesisir lainnya dan bahkan ke kapal-kapal tongkang atau tanker yang menjadi tujuan paket tersebut.
Setelah dua jam rampung dijalani, tibalah Okezone di dermaga Siak. Setelah itu, terserah anda ingin melanjutkan wisata ke mana di sekitar kabupaten Siak. Di kabupaten ini terdapat beberapa situs-situs wisata menarik, di antaranya Istana Siak, Balai Kerapatan Adat Siak, Makam Sultan Syarif Kasim II, Masjid Raya Syahabuddin dan Danau Zamrud. (min)