JAKARTA– Perekonomian Indonesia diperkirakan menghadapi tiga tantangan berat hingga 2014, yakni dari kondisi keuangan negara, sektor perdagangan, serta situasi politik menjelang pemilihan umum (pemilu). Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla atau akrab disapa JK mengingatkan, jika tidak ditangani secara serius, ketiga tantangan tersebut akan berbuah risiko.Salah satu risiko terburuk yang kemungkinan dihadapi pemerintah adalah membesarnya defisit anggaran akibat pembengkakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Dengan total anggaran mencapai Rp193,8 triliun, menurut JK, subsidi BBM bersubsidi sudah memberatkan. Bahkan, dia menilai persoalan BBM bisa membuat negara defisit dua kali, yakni defisit anggaran serta defisit neraca perdagangan karena tingginya impor BBM. Dalam catatan Badan Pusat Statistik, impor BBM sepanjang Januari–- Oktober sudah mencatatkan defisit USD19,8 miliar. ”Sekarang ini pemerintah rugi dua kali,sudah didemo dan harganya tidak naik. Kemampuan pemerintah (akibat besarnya subsidi BBM) sangat menurun, banyak jalan dan jembatan rusak. Karena dibelanjakan semua maka nggak ada investasi 2–3 tahun mendatang,” ujarnya dalam Sarasehan Ekonomi ”Menyusun Ulang Pembangunan Ekonomi Indonesia2014”, diJakarta,kemarin. Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) ini menambahkan, defisit anggaran akibat subsidi BBM yang membengkak akan sangat merugikan. Alasannya, anggaran tersebut seharusnya bisa diinvestasikan dalam bentuk infrastruktur. JK berharap, pemerintah lebih berani mengambil kebijakan terkait BBM bersubsidi.Terlebih,BBM yang terlalu murah tanpa dibarengi pembatasan hanya mendorong pembengkakan konsumsi yang tidak terkendali. Mantan Menteri Perindustrian ini juga mengingatkan bahwa pemerintah tidak bisa menyenangkan semua pihak dalam persoalan BBM karena ada pihak yang dirugikan. ”You tidak boleh menangkan semua pihak.Tidak boleh inflasi tapi subsidi tinggi.Tinggal kita pilih pilihan saja. Kalau tidak mau semua,ya mau apa? Tidak mau inflasi, tidak juga mau subsidi, tidak ini,tidak mungkin.Mesti pilih salah satunya,”tegasnya. Selain persoalan BBM bersubsidi, JK juga melihat neraca perdagangan Indonesia bisa menjadi persoalan besar mengingat krisis global yang belum membaik. Dia menjelaskan, pemerintah tidak bisa berbuat banyak dalam hal defisit neraca perdagangan karena besarnya pengaruh faktor eksternal.Namun,pemerintah bisa memperbaiki defisit neraca perdagangan dengan memperluas pasar ekspor. Tantangan lain yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomike depanadalahsituasi politik.JK mengingatkan,menjelang pemilu 2014, sejumlah partai biasanya akan sangat vokal. Kebijakan pemerintah mungkin akan disoroti secara tajam oleh partai-partai politik hingga menimbulkan kegaduhan. Kendati demikian, JK menilai situasi politik seharusnya tidak menjadi masalah jika pemerintah bersikap tegas. Kendati menghadapi sejumlah tantangan, JK meyakini ekonomi Indonesia memiliki potensi besar untuk terus berkembang pada tahun depan.Alasannya karena masih kuatnya daya beli masyarakat yang menggerakkan konsumsi sekaligus pertumbuhan. ”Artinya ada harapan baik, tapi ada juga risiko kalau tidak diatasi,”tandasnya. Di tempat yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida Alisjahbana mengakui pemerintah menghadapi tantangan berat di 2013, terutama akibat krisis global. Karena itulah, tingkat konsumsi serta investasi harus terus digenjot untuk mengompensasi perlambatan ekspor. Menurutnya, produktivitas juga harus digenjot dengan perbaikan infrastruktur guna mendukung pertumbuhan.
”Produktivitas yang dikunci itu ada dua yaitu infrastruktur baru maupun lama, minimal pengelolaannya saja diperbaiki seperti pelabuhan,ruangnya itu menjadi sangat luas tentunya. Orang luar lihat kita bisa maju dalam waktu beberapa tahun lagi,dan kita lihat itu untuk kita bereskanke depan,danitubasisnya,” ujarnya. Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, Indef optimistis pertumbuhan ekonomi pada 2013 akan berada dikisaran 6,3–- 6,5% dengan tingkat inflasi 4,5–- 5,5%. Namun,Didik mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menjangkau 6% lebih seharusnya tidak selalu dilihat dari sisi yang positif. Pasalnya, selama ini pertumbuhan ekonomi dibangun di atas fondasi yang rapuh. Pertumbuhan yang tinggi tidak mampu menciptakan lapangan kerja memadai, mengurangi angka kemiskinan, menekan kesenjangan pendapatan, meningkatkan daya saing,ataupun memperlebar ruang fiskal. Pertumbuhan juga mendorong defisit neraca perdagangan karena impor yang sangat tinggi serta tersanderanya APBN oleh belanja subsidi. Dalam catatan Indef,neraca perdagangan Indonesia dengan mitra utama seperti China, Jepang, Australia, serta Korea Selatan terus mencatatkan defisit yang mengkhawatirkan. Dengan China, misalnya, sepanjang Januari–Oktober Indonesia mencatatkan defisit sebesar USD7,09 miliar karena ada kenaikan impor 15,5%,sementara ekspor justru turun 1,8%. ”Ada perbaikan tapi itu magnitude tidak signifikan.Pengangguran terbuka turun tapi pengangguran terselubung meningkat,” ujarnya. Didik berharap,pemerintah bisa mengubah kebijakan yang fundamental untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan. Dalam rekomendasi Indef disebutkan, pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas pertumbuhan dengan cara mempercepat reformasi agraria,meninjau kembali kontrak karya di sektor pertambangan, merevitalisasi dan hilirisasi industri, menekan biaya birokrasi, serta perbaikan infrastruktur.
Sumber : seputar-indonesia.com