JAKARTA– Badan Pengawas Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meyakini konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 2013 bisa menembus angka 48 juta kiloliter (kl).
“Melihat kondisi saat ini seharusnya kuota BBM bersubsidi 2013 seperti yang kita minta, yaitu 48 juta kl,” ujar kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng,di Jakarta,kemarin Menurut Andy, BPH Migas memang meminta kuota BBM bersubsidi dalam APBN 2013 sebanyak 48 juta kl. Namun, kuota yang akhirnya ditetapkan oleh DPR hanya sebesar 46 juta kl. Karena itu, Andy mengatakan, ada kemungkinan kuota BBM tahun depan akan kembali jebol.
Terlepas dari itu, untuk menanggulangi krisis kuota BBM bersubsidi tahun depan, BPH Migas berjanji akan lebih serius untuk menangani penyalahgunaan BBM bersubsidi. Lebih lanjut dia menuturkan, untuk mengatasi kemungkinan kembali dilakukan langkah penambahan kuota seperti tahun ini,BPH Migas akan menyiapkan kartu kendali pada tahun depan. BPH Migas juga mengajak Pertamina melakukan efisiensi distribusi BBM bersubsidi sehingga badan usaha mampu menahan laju konsumsi yang terus melesat.
“Dasar aturan sudah ada, peraturan perundang-undangan sudah ada,perpres,permen, peraturan BPH Migas, dan sebagainya, untuk terus melakukan efisiensi,”ungkapnya.Menurut Andy,dengan dasar ketentuan yang sudah ada itu, sebenarnya manajemen distribusi bisa ditingkatkan.Misalnya,dengan memanfaatkan teknologi informatikadanbentuklainnya. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, pihaknya juga memperkirakan konsumsi BBM subsidi tahun depan bisa mencapai 48 juta kl dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6–7% per tahun dan pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor 7-9% per tahun.
“Pertumbuhan konsumsi BBM subsidi dari tahun lalu ke tahun ini saja mencapai 3 juta kl.Dengan asumsi pertumbuhan sama, tahun depan diperkirakan meningkat sekitar 3 juta kl dari realisasi tahun ini,”jelas dia. Terkait dengan ajakan BPH Migas untuk melakukan efisiensi distribusi, Ali mengatakan bahwa Pertamina akan terus berupaya menekan penyelewengan BBM subsidi melalui sistem baru, yakni sistem monitoringpengendalian (SMP). Menurut dia, terlampauinya kuota juga merugikan Pertamina sebagai pelaksana distribusi BBM bersubsidi.
Dia mengatakan, lebih besarnya realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun ini membuat biaya penyaluran BBM bersubsidi kemungkinan harus ditanggung lebih dulu oleh perseroan dan baru dibayarkan setelah Pertamina melaporkan realisasinya ke pemerintah dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meski mengaku tidak masalah menanggung dulu kerugian penjualan BBM bersubsidi,Pertamina meminta dukungan pemerintah untuk kegiatan hulu migas perusahaan.
Dengan begitu, Pertamina bisa menutup kerugian dari penjualan BBM dan elpiji bersubsidi.Perseroan saat ini masih menanggung kerugian Rp7 triliun dari penjualan BBM dan elpiji bersubsidi sampai tahun anggaran 2011 yang belum dilunasi pemerintah. Terpisah, pengamat energi dari ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto memperkirakan, kenaikan konsumsi BBM bersubsidi tahun depan bahkan bisa lebih tinggi, mencapai 4-5 juta kl dari realisasi tahun ini.Angka itu dari perhitungannya kalau pertumbuhan konsumsi BBM bersubsidi setiap tahun mencapai 8–9%.
Dia menilai, kebijakan pengendalian BBM bersubsidi oleh pemerintah tidak efektif dan tidak berdampak besar terhadap penghematan. “Sepanjang belum ada kebijakan konkret pembatasan BBM bersubsidi seperti pembatasan langsung, tidak akan bisa menekan konsumsi dan pasti akan selalu melebihi kuota,” cetusnya. Apalagi, imbuh dia, perbedaan harga BBM subsidi dan nonsubsidi makin jauh,dan potensi konsumsi BBM bersubsidi akan makin meningkat. Di sisi lain,kemungkinan pemerintah menaikkan harga sangat tipis. “Kalau tidak menaikkan harga, pemerintah harus perketat pengawasan dan identifikasi penyelewengan,” tuturnya.
Pri Agung meminta pemerintah mengidentifikasi berapa besar BBM bersubsidi yang diselewengkan setiap tahun, sehingga bisa penghitungan asumsi kuota tahun berikutnya yang benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat. Hasil identifikasi bisa menjadi referensi pemerintah menentukan langkah untuk mengurangi penyelewengan.
Sumber : seputar-indonesia.com